Sunday, July 7, 2013

Psikologi sebagai bagian dari filsafat



PSIKOLOGI SEBAGAI BAGIAN DARI FILSAFAT

Psikologi sebagai ilmu merupakan ilmu yang relatif muda apabila dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Semula psikologi tergabung dengan filsafat, sehingga segala sesuatu yang ada dalam filsafat berpengaruh pada bidang psikologi. Pada zaman sebelum masehi, jiwa manusia sudah menjadi topik pembahasan para filsuf.  Pada saat itu, para Filsuf sudah membicarakan asperk kejiwaan manusia. Tokoh-tokoh filsafat Yunani kuno, Plato dan Aristoteles.

Plato  (429-343 SM)

Plato adalah seorang penganut dualisme yang sebenar-benarnya. Tentang “jiwa”, plato memandang bahwa dualisme antara jiwa dan badan. Jiwa adalah bagian manusia yang tidak dapat mati, setelah berulang kali dipenjarakan dalam badan lewat linkarnasi, akhirnya jiwa itu, setelah  disucikan  dari  kesalahannya  sendiri,  mencapai dunia yang lebih luhur, dunia tempat kita memandang idea- idea yang murni dan abadi. Jiwa hidup terus sesudah mati dan bahkan sudah ada sebelum manusia lahir kembali dalam bentuk badan baru.

Semula, Plato melukiskan badan itu sebagai penjara dan kuburan bagi jiwa, kemudian sebagai alat atau sarana bagi jiwa. Selanjutnya lagi penghargaan bagi badan, kemudia meningkat dan ia memandang badan sebagai gambaran  jiwa  yang  patut  kita  hormati.  Dalam  teorinya

tentang “idea” Plato melukiskan pertentangan antara kenyataan rohani rohani yang tidak pernah musnah, dan kehidupan di dunia ini, yang dialami secara indrawi, teori ini berkaitan dengan pandangannya mengenai idea-idea. Plato sering disebut sebagai seorang rasionalis atau penganut paham rasionalime.

Plato mengatakan bahwa dunia kejiwaan berisi ide-ide, menurut Plato, psyhe (jiwa) terdiri dari tiga bagian yaitu :

1.       Berpikir, berpusat di otak dan disebut logisticon

2.       Berkehendak, berpusat di dada dan di sebut thumeticon

3.       Keinginan, berpusat di perut dan disebut abdomen

Menurut Plato, bahwa tiap-tiap orang sudah ditetapkan sejak lahirnya status atau kedudukannya kelak dalam masyarakat. Apakah seseorang itu akan menajdi filsuf, serdadu, pejabat, sudah tertulis sejak lahirnya. Paham ini dinamakan Nataivisme. Plato mengatakan bahwa manusia itu berbeda dengan manusia lainnya.

Aristoteles (384-322)

Aristoteles adalah murid Plato. Dalam bukunya yang judulnya “De Anima”, Aristoteles mengemukakan macam-macam tingkah laku manusia dan adanya perbedaan tingkat tingkah laku pada organisme-organisme yang berbeda-beda. Tingkah laku pada organisme,  menurut  Aristoteles,  memperlihatkan  tingkatan  sebagai berikut.

1.       Tumbuhan  :  memperlihatkan  tingkah  laku  pada  taraf  vegetatif (bernafas, makan, tumbuh).

2.       Hewan : selain tingkah laku vegetatif, juga bertingkah laku sensitif (merasakan   melalui  pancaindra).  Jadi, hewan  berbeda  dari tumbuhan karena hewan mempunyai faktor perasaan, sedangkan tumbuhan tidak.  Persamannya adalah pada tumbuhan maupun hewan terdapat

3.       Manusia : manusia bertingkah laku vegetatif, sensitif, dan rasional.

Manusia berbeda dari organisme-organisme  lainnya, karena dalam bertingkah laku, manusia menggunakan rasionya, yaitu akal atau pikirannya.

Aristoteles adalah orang yang pertama yang secara ekplisit menyatakan bahwa manusia adalah binatang berakal budi. Secara menyeluruh, Aristoteles memandang dunia dan manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang berlangsung terus-menerus.

Aristoteles berkeyakinan, bahwa segala seuatu yang berbentuk kejiwaan form (form) harus menempati suatu wujud (matter). Wujud pada hakekatnya merupakan pernyataan atau ekspresi dari jiwa. Dengan pandangan ini Aritoteles sering disebut sebagai penganut paham empirisme, karena menurut pendapatnya segala sesuatu harus bertolak pada realita. Menurut Aristoteles fungsi dari jiwa dibagi menjadi dua yaitu kemampuan.

Rene Descartes (1596-1650)

Sumbangan Descartes yang menonjol dalam bidang psikologi ialah ingin memecahkan persoalan tentang hubungan antara psikis atau jiwa (mind) dan badan (min-body problem). Menurut  Descartes  psikis  merupakan  dunia  mental  dan badan atau jasmani merupakan dunia material (material world), dua hal yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.

Menurut Descartes, bahwa ilmu jiwa adalah ilmu pengetahuan mengenai gejala-gejala kesadaran manusia. Jadi kesadaran adalah faktor yang paling menentukan dalam psikologinya. Menurut Descartes, bahwa hubungan antara psikis berpengaruh pada badan, tetapi badan tidak berpengaruh pada psikis.  Tertapi menurut Descartes psikis dapat mempengaruhi badan, dan sebaliknya badan juga dapat   mempengaruhi   psikis.   Jadi   hubungannya   tidak searah tetapi dua arah.

Dalam pandangan Socrates, Psikologi (ilmu jiwa) adalah ilmu pengetahuan mengenai gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas dari badannya. Raga manusia yang terdiri atas materi dipelajari oleh ilmu  pengetahuan  yang  lain, terlepas  dari jiwanya. Menurut Descartes, badan itu seperti halnya mesin, tak ada bedanya kerja badan dengan kerja mesin. Ia menjelaskan bahwa tiap aspek berfungsi badan-seperti pencernaan, penginderaan, itu bekerja secara mekanis.

Menu rut Descartes, ada dua macam tingkah laku, yaitu tingkah laku mekanis yang terdapat pada semua hewan  dan merupakan bagian dari tingkah laku manusia dan tingkah laku rasional yang hanya terdapat pada manusia. Menurut Descartes, hubungan antara jiwa dan badan, yakni paham yang interaksionisme, yaitu ada hubungan (interaksi) antara badan dan jiwa.

Jhon Locke (1632-1704 M)

Locke memusatkan studinya terutama pada fungsi kognitif, yaitu bagaimana psikis itu memperoleh pengetahuan. Ia menolak pendapat bahwa adanya pengertian-pengertian pembawaan. Menurut Locke, anak tidak dilengkapi oleh  pengetahuan  apapun pada  waktu dilahirkan.  Menurut Locke, pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman. Menurutnya, anak dilahirkan itu seperti Tabularasa, bagaikan kertas putih bersih yang akan ditulisi oleh pengelaman. Jhon Locke adalah merupakan tokoh  empirisme (empiricism). Teorinya yang sangat penting adalah “tabula rasa” (tabula

= meja, rasa = lilin), yaitu meja yang tertutup lapisan lilin putih. Kertas putih bersih dapat ditulis dengan tinta warna apa pundan warna tulsiannya akan sama dengan warna tinta tersebut. Begitu pula  halnya dengan meja yang berlilin,  dapat dicat berwarna- warni, sebelum ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih bersih, sedangkan warna tinta, diumpamakan sebagai lingkungan (pendidikan) yang akan berpengaruh terhadapnya.

No comments:

Post a Comment